October 16, 2011

Tea for Two

Penulis : Clara Ng
Pernah merasa kecanduan cinta? Pernah merindukan kekerasan yang katanya atas nama cinta? Sassy menjawab ‘iya’ pada kedua pertanyaan itu. Dirinya merasa hilang sebagian justru ketika ia menemukan pasangan hidupnya. Dirinya merasa bukan dirinya lagi ketika ia menikah. Tapi saat ia mencari dirinya yang dulu itu, ia terjebak dalam kata-kata berembel cinta. Konsepsi cinta yang indah membuat Sassy tidak mampu melepaskan cintanya pada suami yang telah melakukan kekerasan padanya berkali-kali. Namun, konsepsi itulah yang juga merupakan cikal-bakal berdirinya perusahaan biro jodoh miliknya, Tea for Two.

Lalu konsepsi cinta itu harus segera diubahnya. Cinta yang sehat bukanlah cinta yang buta, tetapi mampu membuatnya bahagia. Selamanya. Konsepsi cinta yang baru ini baru ia temukan setelah ia berusaha bangkit dari kegagalan pernikahannya. Bagaimana dengan Tea for Two? Ternyata konsepsi cinta yang baru ini juga Sassy bawa ke Tea for Two. Ia mengingatkan pasangan-pasangan yang bertemu di Tea for Two untuk berpikir bahwa pernikahan tidak seindah yang dibayangkan sebelumnya. Maka itu, sangat perlu bagi masing-masing pasangan untuk menyadari itu agar bisa saling menguatkan jika pernikahan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Biar bagaimanapun, menikah atau tidak menikah adalah pilihan. Jika tidak siap, lebih baik siapkan diri terlebih dahulu.
Novel Tea for Two ini menyadarkan untuk lebih berhati-hati ketika memilih pasangan. Seringkali pasangan-pasangan yang terlalu terbuai dengan namanya cinta, tidak berhati-hati bagaimana sifat asli pasangannya yang mungkin akan mengancam kelangsungan hubungan. Tea for Two juga membuat berpikir untuk lebih menjaga hubungan sampai dengan batas yang wajar. Terlebih lagi, Tea for Two menyiratkan bahwa KDRT maupun kekerasan dalam hubungan asmara sangat mungkin terjadi pada semua perempuan. Perlu sikap yang dewasa dan kesadaran tinggi dalam menjalaninya.
Clara Ng telah menyuguhkan cerita ini jadi begitu ringan dibaca tetapi tetap membangkitkan emosi. Alur ceritanya yang maju mundur tidak membuat saya bingung karena cara memutar alurnya yang sempurna. Di novel ini, Clara memakai dua sudut pandang. Sudut pandang pertama yaitu orang ketiga di luar cerita. Sudut pandang yang kedua yaitu orang pertama tokoh utama. Kedua sudut pandang ini dibedakan oleh jenis font. Kelebihan dari pemberian dua sudut pandang seperti ini membantu saya untuk lebih mudah memahami emosi tokoh utama. Emosi yang sangat kental seperti ini mampu membuat saya kecanduan membacanya serasa seperti menonton sinetron yang tidak monoton. Asyik abis!

No comments:

Post a Comment

ANY COMMENT?